Selasa, 28 Oktober 2014

29 Oktober 2014



"Aku Merindukanmu"
Oleh: Novianti Bakri




Seperti biasa, malam ini saat aku tengah melanjutkan kisah dari tulisanku yang sudah memenuhi layar kacaku, lalu tanpa sengaja aku memikirkanmu. Sungguh! Aku memang tak sengaja memikirkanmu. Tiba-tiba saja, saat rasa kantuk menghampiriku, dan bayanganmu datang begitu saja menghampiriku. Seakan-akan, ingin mengingatkan aku padamu. Juga akan kenangan saat kita bersama dulu. Ah, berbicara soal kenangan kita, memang tidak bisa aku lupakan. Aku selalu ingat, dan akan selalu ingat. Kuharap kau tak marah saat tahu aku masih saja selalu merindukanmu. Tolong, jangan marah. Ini hanyalah perasaan manusiawi yang semua orangpun pasti pernah merasakannya. Lagipula, tak salahkan jika aku merindukanmu?-Mantan kekasihku.

Sudah setahun lamanya sejak kita berpisah. Dan selama itu, tak ada komunikasi lagi diantara kita. Tapi diantara rasa kantuk ini, detik ini, aku sangat merindukanmu.-Sangat. Percayalah! Masih ingatkah kau padaku? Gadis kecil yang dulu selalu mencuri perhatianmu. Gadis kecil yang dulu selalu berjuang untukmu? Ingatkah? Aku tahu, kau mungkin sudah lupa. Ah, kau memang pikun. Masih saja seperti dulu. Bagaimana mungkin kau bisa semudah itu melupakanku, melupakan gadis kecil yang dulu pernah kau beri ruang special dalam hatimu. Kuharap kau tidak membaca tulisanku ini. Karena aku yakin, jika kau membacanya, kau mungkin memandangku sebagai gadis bodoh! Kau mungkin akan menertawakanku. Kau mungkin akan mencemohku. Ah, sudahlah. Terserah dirimu saja. Kau bebas menilaiku!

Setahun yang lalu, kisah kita pun berakhir. Dunia yang tadinya indah kurasakan, mendadak suram karena perpisahan kita. Perpisahan yang cukup membuatku trauma untuk jatuh cinta lagi dan membuatku takut untuk menjalin hubungan asmara lagi.-Sampai sekarang. Memang banyak yang meminta hatiku, tapi seperti biasa. Aku masih saja terdiam dan tak memberi jawaban kepada pemilik hati yang meminta untuk menjaga hatiku. Meski aku tahu, diantara pemilik hati itu, ada yang benar-benar tulus untuk menjaga hatiku. Tapi tetap saja, aku mengabaikannya. Pengabaian yang berulang-ulang selalu kulakukan kepada pemilik hati yang sama. Tolong, jangan tanya mengapa! Jawabannya sudah pasti karena dirimu. Kau masih tanya mengapa? Ah, kau ini. Tentu saja, karena aku masih mencintaimu.-Masih.

Setahun yang lalu, aku memutuskan untuk pergi. Iya, aku tahu aku jahat. Aku tahu aku bodoh. tapi tolong, dengarlah penjelasanku. Ada alasan yang membuatku harus pergi dan mengakhiri hubungan kita. Bukan karena aku tidak sayang lagi. Bukan karena aku tidak setia. Bukan! Tolong percayalah, ada hal yang tidak bisa aku ceritakan. Tolong jangan berpikiran aneh-aneh tentang diriku dan tolong jangan lagi memakiku seperti itu. Jangan! Kutahu kau marah. Kutahu kau benci. Tapi sekali lagi, percayalah. Alasan kepergianku bukan karena ada yang lain. Bukan! Dan untuk saat ini, aku belum bisa menceritakannya padamu. Kuharap kau mau mengerti. Tapi aku janji, suatu saat nati, akan kuceritakan padamu. Iya, aku berjanji! Dan aku mohon padamu, berhentilah memakiku, berhentilah membenciku. Bisakan? Sekali lagi, kumohon.-Berhentilah!

Setahun yang lalu telah berlalu, berbedakah dirimu yang sekarang dengan dirimu yang setahun yang lalu? Semoga saja tidak. Karena aku benci perubahan. Dan kuharap, kau masih seperti dulu. Tidak berubah sama sekali. Termasuk soal perasaanmu padaku. 

Setahun yang lalu telah berlalu, dan aku berhasil kulewatinya seorang diri. Sama seperti dirimu. Aku masih dengan aku yang dulu. Entah denganmu. Tapi apapun itu, aku akan tetap disini. Menunggumu dan menunggumu. Meskipun akhirnya, kau akan memilih yang lain dan malah menunggu yang lain. Aku tidak peduli. Aku akan tetap menunggu dan berharap agar kelak bisa bertemu denganmu lagi. Walau hanya sebatas mengucapkan kata rinduku. Segeralah pulang menemuiku. Aku merindukanmu.-Sangat.


Dari seorang gadis kecil yang dulu dihatimu.

Jumat, 10 Oktober 2014

Memilih Bertahan atau Menyerah

Ini adalah artikel kedua saya. Memilih bertahan atau menyerah. Dalam sebuah hubungan, hal tersebut pasti kalian pernah lakukan. Baik itu hubungan berpacaran atau bahkan hubungan tanpa status. Oke, cerita sedikit yaa. Dulu, saya pernah kenal sama seorang pria yang jauh dari kekurangan. Sebut saja, RM. Awal perkenalan kami, biasa saja. Sampai suatu saat, saya merasakan ada yang berbeda dengan perasaan saya ketika dekat dengan dia. Kami mulai berteman baik, saling curhat satu sama lain. Dan kami mulai saling tahu tentang apa saja yang kami sukai. Ada yang berbeda. Iya, ada yang berbeda dengan hubungan pertemanan kami. Sampai saya menyadari, bahwa saya mulai diam-diam menyukainya.

Saya selalu berusaha untuk membuang perasaan yang tidak wajar itu. Bagaimana mungkin perasaan ini bisa kurasakan, sementara dia telah dimiliki yang lain. Dan saya tahu itu. Tapi, semakin hari, perasaan ini semakin menyiksaku. Sampai akhirnya, saya memilih untuk terus mencintainya diam-diam. Sakit, memang. Jatuh cinta sendirian. Tapi apa boleh buat? Tidak ada yang dapat kulakukan selain itu. 

Waktu ke waktu, kurasakan perubahan sikapnya padaku. Dia menjauh. Sangat menjauh. Dan betapa bodohnya, saya. Saya malah terus bertahan untuk mencintainya diam-diam, meski rasa sakit terus kurasakan karena perubahan sikapnya. Bertahan dan bertahan. Hanya itu yang kulakukan saat itu. Sempat berpikir, buat apa bertahan? Buat apa bertahan, kalo hanya untuk menyakiti hati? Buat apa?  Ingin kupergi dan melupakan semuanya, tapi sulit. Hingga pada akhirnya, kenyataan menyadarkan saya. Berhentilah berharap. Berhentilah bertahan. Menyerahlah. Dia bukan untukmu. Sadarlah. Iya, kenyataan itulah yang menyadarkan saya. Dan saat itu, saya juga mulai menjauh dari dia. Saya dan dia saling menjauh. Dan hubungan pertemanan kami pun renggang. Sampai akhirnya, saya pun menyerah!

Kalian pernah merasakannya juga? Memang sulit memilih antara bertahan atau menyerah. Apa lagi, kalo kita lagi cinta-cintanya sama seseorang. Tapi coba deh pikir, kalo kita saling bertahan, maka tentu hubungan kita akan terasa bahagia. Tapi kalo Cuma salah satunya, yang bertahan? Gimana tuh? Yaa, sakitlah pastinya. Kayak yang kisahku tadi. Yang jatuh cinta sendirian, yang bertahan sendirian dan semuanya kita lakukan sendirian. Kalo sudah begitu kejadiannya, buat apa bertahan? Gak kasihan sama diri kamu? Kalo saya sih, kasihan. Makanya saya memilih untuk mundur, alias menyerah!

Sekarang, terserah kamu deh. Kalo dia memang sayang kamu, dia gak bakalan biarin kamu berjuang dan bertahan sendirian. Kalo dia memang cinta kamu, dia akan selalu merangkulmu dan menggenggam tanganmu untuk berjalan bersama, mewujudkan satu tujuan. Tujuan seperti apa? Yaa, tujuan untuk saling bertahan selamanya.

Dan buat kamu, yang keseringan jatuh cinta sendirian. Buruan deh sadar, gak ada gunanya kita berharap pada cinta yang gak pasti. Pada cinta yang gak pernah melihat kamu ada. Pada cinta yang selalu mengabaikan kamu. Pada cinta yang bisa melukai hatimu. Pada cinta, yang datang dan pergi seenaknya. Gak ada gunanya! Sadarlah. Cinta yang indah itu, jika kamu dan dia saling memperjuangkan, saling bertahan, saling perhatian, saling melindungi, saling setia. Kalo tanpa itu semua, buat apa? Lebih baik nyerah saja. Kasihan dirimu, yang memikirkan orang yang belum tentu juga memikirkanmu. Jatuh cinta sendirian? Haha, mending nyerah deh.

So, kesimpulannya adalah bertahanlah jika kamu dan dia saling bertahan. Dan menyerahlah, jika hanya kamu yang terus berjuang. Mungkin memang saya sok, tapi dibalik kesok tahuan saya, ada benarnya juga loh. Iya gak? Heheh :D

And finally, sampai disini dulu artikel saya tentang memilih bertahan atau menyerah. Semoga bermanfaat. Lain waktu, kita bertemu lagi yaa. Dengan topic yang berbeda. Saya Novi, pamit undur diri. Bye^_^

Si penulis pemula yang butuh penerbit



Menjadi seorang penulis yang hebat dan terkenal, siapa yang gak mau? Kalo aku sih, mau banget. Tapi masalahnya, sampai saat ini, aku belum bisa mewujudkan impianku itu. Ada beberapa cerpen yang telah kubuat, tapi cerpen-cerpen itu hanya bisa kupostkan diblog pribadiku, tanpa bisa kuterbitkan. Penyebabnya apa? Yaa, jelas karena aku gak bisa menerbitkan kumpulan cerpen-cerpenku itu, alias gak ada penerbit yang mau menerbitkannya.
Dulu, aku pernah mencoba mengirimkan naskah cerpenku kesalah satu penerbit, tapi sayang, cerpenku tidak kunjung diterbitkan. Iya, aku tahu, cerpenku masih terlalu jelek untuk diterbitkan dan dibaca oleh masyarakat luas. Tapi setidaknya, berilah kesempatan cerpenku untuk terbit. Dengan begitu, aku pasti akan lebih bersemangat untuk menulis cerpen-cerpen yang lain, atau bahkan menulis novel. Setelah kejadian cerpenku tidak diterbitkan, aku jadi malas mengirimkan cerpenku kepenerbit yang lain. Buat apa juga? Toh, ujung-ujungnya, bakalan ditolak alias gak diterbitkan! Dulunya kupikir, mendapatkan penerbit itu mudah. Namun, pikiranku salah, ternyata penerbit itu sangat sulit untuk didapatkan.
Aku sering iri dengan penulis-penulis muda yang telah berhasil menerbitkan beberapa novelnya. Dwitasari, misalnya. Dia memang seorang penulis muda yang hebat. Kuakui, memang banyak orang yang mahir dalam bidang menulis, tapi sedikit dari mereka yang bisa menerbitkan tulisan mereka itu, seperti aku contohnya.
Tapi, suatu ketika, aku tidak sengaja membaca artikel yang dibagikan salah seorang temanku tentang penerbit indie seperti Rasibook yang tidak menolak Naskah. Aku mulai penasaran dan mencoba untuk mencari tahu tentang Penerbit Rasibook. Setelah kubaca isi blog tentang penerbit tersebut, ternyata memang benar. Penerbit Rasibook hadir sebagai penerbit yang tidak menolak naskah (Self Publishing atau bisa disebut juga penerbit indie). Selama naskah kita bermanfaat, asalkan naskah anda tidak mengandung penghinaan, SARA, dan hal-hal lain yang yang tidak melanggar norma-norma dan syarat-syarat. Maka naskah kita layak diterbitkan dengan cepat, dengan biaya murah hingga GRATIS oleh Penerbit Rasibook. Hebat bukan!
Menjadi penulis memang gak mudah. Tapi dengan usaha, doa, dan niat yang baik, Insya Allah, suatu saat pasti akan terwujud kok. Aku seorang penulis pemula yang butuh penerbit. Aku berharap Penerbit Rasibook, mau berbaik hati menerbitkan tulisanku jika aku mengirimkannya. Hihi, semoga saja. Aamiin.

Kamis, 09 Oktober 2014

Aku menyerah

Aku hampir saja menyerah. Seketika aku merasa seperti tidak mampu lagi meneruskan perjuanganku. Perjuangan untuk dapat memilikimu. Dulu, dua tahun yang lalu, tepatnya bulan oktober, tanpa sengaja kulihat kamu bermesraan dengan dia lewat kicauanmu ditwitter. Sepertinya, kalian sudah resmi jadian dan tentunya kabar itu membuat keadaanku tidak baik-baik saja. Sampai saat ini. Kita memang tidak ada hubungan apa-apa. Kamu juga tak begitu tahu tentang diriku. Tapi tolong, percayalah, aku banyak tahu tentang dirimu, tentang impianmu.

Kamu berbeda. Cuek, tapi aku suka. Pria yang sederhana, tapi menarik. Mungkin kamu sudah lupa dengan aku, gadis biasa yang dulu selalu menyemangati hari-harimu. Yang dulu selalu menyapamu meski terkadang kamu tak membalas sapaannya. Yang dulu selalu mengkhawatirkan keadaanmu. Yang dulu selalu berharap kamu baik-baik saja. Yang dulu selalu memberikan perhatian kecilnya untukmu. Yang dulu selalu kamu dengar komentarnya tentang tulisanmu. Masih ingatkah kamu dengan gadis biasa itu? Gadis biasa yang selalu berusaha memperjuangkanmu. Gadis biasa yang selalu bermimpi untuk bisa memilikimu, walau hanya semenit saja. Dan gadis biasa itu, aku!

Kutahu, kamu pasti sudah lupa. Ambisimu untuk mendapatkan dia, pujaan hatimu, membuatmu tidak akan pernah mengingatku, atau bahkan tidak menganggapku ada. Iya, aku sadar diri akan hal itu. Dia memang gadis yang hebat. Dengan mudahnya dia mendapatkan perhatianmu, bahkan dirimu. Sementara aku? Sampai dunia berhenti berputar pun, aku tidak akan pernah bisa memilikimu. Aahh, betapa kasihannya, aku ini. :")

Dua tahun berlalu, tepatnya bulan oktober. Dan aku masih saja bertahan untuk selalu memperjuangkanmu. Bodoh. Iya, aku tahu aku bodoh! Sudah jelas-jelas kamu memilih dia, tapi lihat, aku masih saja disini, menantimu datang dan menyambut cintaku. Dua tahun bukanlah waktu yang singkat, sayangnya kamu masih saja diam dan mengabaikanku, menganggapku tidak ada. Persis seperti dulu. Dua tahun yang lalu.

Oh iya, kudengar kamu semakin jago dalam bidang menulis. Semoga saja, impianmu untuk menjadi seorang penulis, bisa segera tercapai yaa. Aku yakin, disamping dia, wanita idamanmu itu, semuanya pasti akan terasa mudah kamu lakukan dan mudah kamu dapatkan.

Berbahagialah untuk hidupmu sekarang, untuk pilihan hatimu. Dan sekarang, aku mau belajar untuk berhenti mengharapkanmu. Untuk belajar berhenti memperjuangkanmu. Aku tahu, semua itu sulit kulakukan. Tapi aku mau terus belajar, sampai aku benar-benar bisa melupakanmu. Karena kutahu, kamu hanyalah cinta yang semu untukku, cinta yang tidak nyata. Kini, aku benar-benar menyerah! Aku menyerah. :")

Sabtu, 04 Oktober 2014

Setelah kepergianmu


Suara takbiran menggema dimalam ini. Aku duduk terdiam diberanda kamarku. Sendiri. Pikiranku menerawang jauh keatas langit hitam malam. Membayangkan peristiwa sebulan yang lalu. Peristiwa yang tidak akan pernah bisa aku lupakan. Sampai kapan pun. Peristiwa yang cukup menggoncang pikiranku, dan nyaris membuatku putus asa. Peristiwa yang membuatku kehilangan seorang kakak untuk selama-lamanya. Aku tidak pernah menyangka, semua itu akan terjadi dalam hidupku. Allah memang selalu punya rencana diluar dugaanku. Memisahkanku dengan seorang kakak yang sangat aku sayangi.

Dia, seorang kakak yang selalu mengerti keadaanku. Selalu menasehatiku saat ku berbuat yang tidak baik dimatanya. Selalu bisa diandalkan. Selalu mampu membuatku tertawa. Dia, seorang kakak yang baik untuk adik-adiknya. Seorang kakak yang mampu memikul tanggung jawab sebagai seorang kakak. Dia, seorang yang saat ini sangat aku rindukan.

Sejak pagi tadi, pikiranku tak pernah lepas tentangnya. Tentang dia yang selalu menjadi sumber tawa kami. Dia, iya dia. Teringat kenangan saat bersama dia dulu. Kami selalu kompak dalam hal membuat lelucon yang pastinya membuat papa, mama, dan yang lain tertawa. Kami yang bagaikan tikus dan kucing saat sedang bertengkar. Kami yang saling mendukung impian. Kami yang selalu menyisakan waktu luang untuk berbagi cerita. Tapi sekarang, semua itu tidak akan pernah kulakukan lagi. Dia, dia yang selalu ada untukku, telah dipanggil Sang Pencipta.

Aku benci ketika aku diingatkan, teringat atau mengingat tentang kakak. Aku benci ketika aku melihat butiran air bening membasahi pipi mama saat mendoakan kakak. Aku benci melihat papa yang sok tegar setelah kepergiaan kakak. Aku benci dengan takdir ini. Jujur, sampai saat ini, aku masih belum percaya dengan kenyataan ini. Kenyataan yang membuat aku harus kehilangan seorang kakak. Butuh waktu lama untuk mempercayai kenyataan ini. Butuh waktu lama untuk berhenti menyalahkan Allah. Iya, aku butuh waktu untuk hal itu.

Kini, dimalam takbiran ini, tepat lima puluh hari kau meninggalkan kami. Tak ada lagi tawamu. Tak ada lagi senyummu. Tak ada lagi suaramu. Tak ada lagi kesalmu. Tak ada lagi marahmu. Tak ada lagi candamu. Tak ada lagi! Kau tahu? Saat ini, kami sangat-sangat merindukanmu. Sangat. Kami selalu berharap kamu selalu baik-baik saja disurganya Allah.Oh iya, selamat hari raya idul adha yaa, kak. Berbahagialah disurganya Allah.

Setelah kepergianmu, ragamu memang tidak bersama kami lagi, namun jiwamu akan selalu bersama kami. Dan setelah kepergianmu, aku sangat merindukanmu, kak. :")